Mengapa Baghdad Pernah Jadi Kota Terpintar di Dunia

Qumedia - Gemuruh suara pena menggores lembaran papirus, aroma tinta yang memenuhi ruang perpustakaan, dan diskusi para cendekiawan yang tak kenal lelah hingga larut malam. Gambaran inilah yang terlintas dalam benak kita ketika membayangkan Baghdad di masa keemasannya. Bukan sekadar kota metropolitan yang ramai, Baghdad di bawah kepemimpinan kekhalifahan Abbasiyah menjelma menjadi pusat peradaban dunia, mercusuar ilmu pengetahuan yang sinarnya menerangi seluruh penjuru bumi. Tapi, mengapa justru Baghdad yang mencapai puncak kecemerlangan intelektual ini?
Salah satu faktor utama adalah Bait Al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan), sebuah akademi sekaligus perpustakaan besar yang didirikan oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid dan mencapai puncak kejayaannya di masa Khalifah Al-Ma'mun. Bait Al-Hikmah bukan hanya menjadi tempat penyimpanan buku-buku kuno, melainkan juga pusat penerjemahan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan. Di sinilah naskah-naskah Yunani, Persia, India, dan sumber pengetahuan lainnya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, membuka khazanah ilmu pengetahuan bagi para ilmuwan Muslim.
Keberadaan Bait Al-Hikmah ini sejalan dengan anjuran Al-Qur’an untuk senantiasa mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
Artinya: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan." (QS. Al-'Alaq: 1)
Ayat ini menjadi landasan filosofis bagi semangat keilmuan di Baghdad. Membaca, meneliti, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dipandang sebagai ibadah, sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah melalui pemahaman terhadap ciptaan-Nya.
Selain itu, dukungan penuh dari para khalifah Abbasiyah menjadi kunci penting. Mereka tidak hanya menyediakan dana, tetapi juga aktif mendorong perkembangan ilmu pengetahuan. Para khalifah mengundang para ilmuwan dari berbagai penjuru dunia, tanpa memandang agama atau ras, untuk berkontribusi di Bait Al-Hikmah. Kebijakan inklusif ini menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertukaran ide dan inovasi.
Baghdad menghasilkan ilmuwan-ilmuwan besar yang karyanya hingga kini masih dipelajari. Sebut saja Al-Khwarizmi, sang Bapak Aljabar; Ibnu Sina, seorang dokter dan filsuf yang karyanya menjadi rujukan kedokteran selama berabad-abad; Al-Biruni, seorang astronom, matematikawan, dan sejarawan yang pengetahuannya melampaui zamannya. Keberadaan mereka menjadi bukti nyata bahwa Baghdad adalah lahan subur bagi perkembangan intelektual.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga bersabda, yang menekankan pentingnya menuntut ilmu:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya: "Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim." (HR. Ibnu Majah)
Hadits ini menegaskan bahwa mencari ilmu pengetahuan adalah kewajiban bagi setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Semangat inilah yang mendorong masyarakat Baghdad untuk berlomba-lomba dalam menuntut ilmu, sehingga melahirkan generasi ilmuwan yang gemilang.
Lebih dari sekadar transfer pengetahuan, Bait Al-Hikmah juga menjadi pusat inovasi. Para ilmuwan Muslim tidak hanya menerjemahkan dan mengadaptasi karya-karya klasik, tetapi juga mengembangkan teori-teori baru dan melakukan eksperimen-eksperimen ilmiah. Mereka menyumbangkan kemajuan signifikan di berbagai bidang, mulai dari matematika, astronomi, kedokteran, farmasi, optik, hingga filsafat.
Keberhasilan Baghdad menjadi kota terpintar di dunia adalah hasil dari perpaduan berbagai faktor: semangat keilmuan yang didasari oleh ajaran Islam, dukungan penuh dari penguasa, kebijakan inklusif, lingkungan yang kondusif, dan kerja keras para ilmuwan. Warisan intelektual Baghdad ini menjadi inspirasi bagi kita untuk terus mengembangkan ilmu pengetahuan dan berkontribusi bagi kemajuan peradaban.
Reference:
- The House of Wisdom: How Arabic Science Saved Ancient Knowledge
- Lost Enlightenment: Central Asia's Golden Age from the Arab Conquest to Tamerlane
Wallahu A'lam