Jejak Pendidikan Pesantren di Nusantara Sejak Dulu
Qumedia - Sentuhan pena para ulama, lantunan ayat suci di surau-surau kecil, dan semangat menuntut ilmu yang membara. Itulah gambaran awal mula pendidikan Islam di Nusantara. Jauh sebelum sekolah formal berdiri megah, pesantren telah menjadi oase ilmu, tempat para santri menggali hikmah dan menimba keberkahan. Jejaknya terukir dalam sejarah, membentuk peradaban dan mewarnai karakter bangsa. Mari kita telusuri lebih dalam jejak pendidikan pesantren di Nusantara, sebuah warisan luhur yang tak lekang oleh waktu.
Pesantren, sebuah kata yang begitu akrab di telinga kita, berasal dari kata "santri" yang mendapat awalan "pe-" dan akhiran "-an", membentuk kata benda yang berarti tempat tinggal para santri. Lebih dari sekadar tempat tinggal, pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional yang mengintegrasikan pendidikan agama dan pengetahuan umum, dengan tujuan mencetak generasi yang saleh, cerdas, dan berakhlak mulia.
Keberadaan pesantren di Nusantara tidak lepas dari peran para ulama yang datang dari berbagai penjuru dunia, khususnya dari Timur Tengah dan India. Mereka membawa ajaran Islam, menyebarkannya melalui dakwah dan pendidikan. Pesantren pertama diperkirakan muncul pada abad ke-14, seiring dengan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, seperti Demak dan Gresik.
Salah satu ciri khas pesantren adalah sistem pendidikannya yang menekankan pada pembentukan karakter dan akhlak. Santri tidak hanya diajarkan ilmu agama, tetapi juga dilatih untuk hidup mandiri, disiplin, dan bertanggung jawab. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya akhlak mulia, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam:
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Terjemahannya: "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad)
Kurikulum pesantren pada umumnya mencakup berbagai disiplin ilmu, mulai dari Al-Qur'an, Hadits, Fiqh, Ushul Fiqh, Nahwu, Sharaf, hingga ilmu-ilmu pengetahuan umum seperti sejarah dan sastra. Metode pembelajarannya pun beragam, mulai dari sorogan (membaca kitab di hadapan guru), bandongan (mendengarkan penjelasan guru secara bersama-sama), hingga muzakarah (diskusi antar santri).
Keberadaan pesantren tidak hanya memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan, tetapi juga dalam bidang sosial dan budaya. Pesantren menjadi pusat pengembangan kebudayaan Islam, melahirkan para ulama, tokoh masyarakat, dan pejuang kemerdekaan. Banyak pahlawan nasional yang lahir dari didikan pesantren, yang dengan semangat jihad membela tanah air dari penjajahan. Semangat ini terinspirasi dari ayat Al-Qur'an yang berbunyi:
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ ۚ
Terjemahannya: "Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya." (QS. Al-Hajj: 78)
Pesantren di Nusantara terus berkembang dan beradaptasi dengan zaman. Meskipun tetap mempertahankan tradisi dan nilai-nilai luhur, pesantren juga membuka diri terhadap perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini menjadikan pesantren tetap relevan dan mampu menjawab tantangan zaman. Pesantren modern saat ini bahkan telah mengintegrasikan pendidikan formal dengan pendidikan agama, menghasilkan lulusan yang tidak hanya ahli dalam ilmu agama, tetapi juga memiliki kompetensi dalam bidang-bidang lain.
Pesantren adalah warisan berharga yang harus kita lestarikan dan kembangkan. Ia adalah cermin sejarah, penjaga tradisi, dan pelita peradaban. Dengan semangat kebersamaan, mari kita terus mendukung pesantren agar tetap menjadi lembaga pendidikan yang unggul dan mampu mencetak generasi yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, demi kemajuan bangsa dan negara.
Reference:
- Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
- Prof. Dr. H. Mahmud Yunus
- Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai
- Zamakhsyari Dhofier
Wallahu A'lam